Setiap orang punya rasa. Terkadang kita bisa melihat rasa sedih, takut, dan khawatir. Sebaliknya, kita juga sering punya rasa bahagia atau senang. Rasa akan nampak dalam hati. Saat kita merasa senang atau sedih, akan memberi pengaruh dalam berkomunikasi. Baik berkomikasi melalui ucapan maupun tulisan. Sesuatu yang kita sampaikan melalui hati, biasanya akan sampai ke hati juga.
Menulis dengan hati, pasti akan ke hati. Bagaimana caranya,agar bisa menulis dengan hati itu mudah? Agar mudah, kita bisa ikut belajar menulis malam ini. Untuk belajar dan mengasah "hati" bisa melibatkan dalam karya tulis, kita belajar menulis pada pertemuan ke-17 dalam program KBMN Gelombang 30, tanggal 22 November 2023. Belajar dengan hati, bersama Ibu Mutmainah, M.Pd. Beliau dari Lebak Banten, termasuk alumni peserta Belajar Menulis PGRI bersama bimbingan Om Jay pada gelombang 24 (Januaro-Maret 2022). Adapun kegiatan belajar menulis dengan hati bisa berjalan dengan baik, bahkan bahasa komunikasinya melalui hati, kegiatan ini juga ditemani dan dipandu bersama Ibu Arofah Afif.
"Writing by Heart" sebagai tema kegiatan belajar menulis malam ini. Artinya menulis dengan hati. Menurut Ibu Mutmainah, sesuatu yang ditulis dengan hati maka akan sampai di hati pula. Menulis termasuk sebuah ketrampilan yang tertinggi setelah membaca dan berbicara. Maka, menulis dengan hati berarti menjadikan hati itu sebagai inspirasi, mengolah ide yang disampaikan melalui tulisan. Bagaimana dengan otak dan pikiran? Otak dan pikiran hanyalah sebagai alat dari proses menulis yang mengkaitkan dengan hati.
Hal yang menarik, Ibu Mutmainah menyatakan "Tulisan adalah jiwa, setiap yang berjiwa pasti bisa menulis, tulisan dengan hati akan sampai ke hati." Berkaitan hal ini, saya ingat pada awal kegiatan belajar menulis dengan hati, Ibu Arofah Afif selaku moderator memberikan pengantar agar semangat menulis. "Penulis tidak pernah dilahirkan, tetapi dia diciptakan. Bakat menulis tidak selalu dibawa sejak lahir, tetapi tumbuh oleh satu motivasi dan gagasan." (Bambang Trimansyah).
Selain itu, menukil sebuah pesan Bapak Pramoedya Ananta Toer, Ibu Arofah Afif menyatakan "karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." Lalu, mengambil wasiat dari Bapak Cahyadi Takariawan, ia mengatakan "Tulisan yang keluar dari hati, akan sampai ke hati pembaca. Tulisan yang muncul dari tangan, hanya akan sampai di tangan pembaca."
Bagaimana bisa menulis dengan hati? Kuncinya, tulislah sebuah tulisan dengan ketajaman emosi. Istilah "ketajaman emosi" inilah yang dimaksud dengan menulis dengan hati. Secara praktis, untuk mengelola ide atau hati sebagai sumber inspirasi dalam menulis, sesuai dengan kegiatan belajar menulis bersama Ibu Mutmainah dengan tema "Writing by Heart: Menulis dengan Hati."
Menurut Ibu Mutmainah tips menulis dengan hati terdiri dari:
1. Melibatkan emosi. Menulis dengan melibatkan emosi, artinya kita menulis apa saja yang kita rasakan, amati dan kita dengarkan. Intisarinya adalah menulis semua yang ada, tanpa mengedit setiap yang kita tulis. Terpenting, yang kita tulis jenis emosi yang baik, bukan yang buruk. Karena akan berpengaruh pada hasil tulisan tersebut. Berkaitan dengan emosi, jika kita merasa sedih hendaknya kita tuliskan dengan gaya sedih, sebaliknya jika kita punya rasa senang atau bahagia, kita juga menulis melalui gaya senang atau bahagia. Ingat, kita tidak boleh salah menempatkan rasa emosi saat menulis. Jika kita sedang marah atau sedih, tidak boleh memaksa menulis dengan rasa senang.
2. Melibatkan panca indera. Menulis dengan melibatkan panca indera artinya menulis secara tepat, menggambarkan gaya bahasa sesuai rasa yang dikehendaki. Seperti rasa dingin, takut, senang dengan melalui melihat, mendengar, membau dan yang lainnya. Semua yang kita tulis tergambar dalam sebuah tulisan.
3. Menulis sesuai yang kita sukai. Sesuatu yang kita cintai dan sukai pasti terasa mudah kita tuliskan. Sebaliknya, jika kita tidak menyukai sesuatu, maka kita juga akan mengalami kesulitan untuk menulis. Intinya, kita menulis sesuatu yang suka. Tidak boleh menulis karena terpaksa. Efek dari tulisan tanpa rasa suka, semua yang tulis hanyalah sebatas berbagai rangkaian huruf tanpa nyawa, kosong, bisu dan tidak akan membekas dalam hati bagi pihak pembaca. Memang, menulis itu adalah seni. Seni akan lahir suasana yang indah. Ini semua tergantung pada perasaan bagi penulis. Bahkan, setiap penulis punya gaya bahasa seni tersendiri.
4. Jangan mengharap pujian. "Untuk apa menulis?" Ini berkaitan dengan masalah niat. Jika kita menulis karena pujian, maka akan lahir tujuan dalam menulis hanya sekilas asas manfaat. Menulis karena asas manfaat, kita bisa melihat. Jika tulisannya dipuji orang lain, bisanya semakin semangat dalam menulis. Tapi, jika tulisannya sepi tanpa komentar, biasanya karena manfaat, menjadikan diirinya enggan atau malas untuk menulis. Tentu lain jika motivasi dan niat menuis itu untuk memberi manfaat bagi orang, termasuk ibadah, pasti tidak akan terpengaruh pendapat orang lain. Alhasil, karya tulisannya akan melejit, menjadi bagian jejak dari sejarah.
5. Tahu who dan do. Who berarti mengenal siapa yang akan membaca tulisan. Hal ini berkaitan dengan gaya bahasa yang kita tuju, akan kita sampaikan dalam tulisan. Jika kita mau menulis untuk remaja, kita perlu memahami gaya bahasa, topik bagi remaja. Adapun do berarti sebuah pesan yang ingin di sampaikan, untuk pembaca. Sebagai harapan, setiap pembaca siap untuk melaksanakan atau melakuan setiap apa yang kita tulis.
6. Selalu Read and Read (baca dan membaca). Penulis hedaknya suka membaca. Manfaat dengan membaca, akan banyak ide, bahasa dan tema yang ditulis. Semakin banyak membaca, akan banyak wawasan pengetahuan, ide yang akan ditulis.
7. Bersikap jujur. Tulisan akan menggambarkan dari kita. Setiap kata dalam tulisan, akan memberi penjelasan tentang isi hati penulis. Jika mata, mulut bisa menipu. Tapi, jika tulisan tidak bisa menipu.
8. Bersikap konsisten. Sikap ini biasanya mudah terucap, tapi sulit terlaksana. Jika terdapat hambatan untuk menulis, kita perlu ingat pada niat atau tujuan menulis. Maka, saat kita menulis tertimpa hambatan atau gangguan dalam menulis, kita selalu ingat bahwa kita adalah penulis. Jadi, semua gangguan tersebut bisa teratasi. Apabila ada rasa ide hilang, sebaiknya istirahat terlebih dulu, lalu bergerak lagi untuk menulis lagi.
Menulis dengan hati akan bermanfaat. Manfaatnya, tulisannya akan menyentuh pembaca. Tulisan yang berasal dari hati, berarti hasil dari luapan emosi. Ternyata mampu menggugah pembaca. Jika tulisan bersifat "mendatar" biasanya menjadikan tulisan itu terasa membosankan. Dengan emosi positif, akan membimbing selalu terus menerus lahir kata-kata yang akan ditulis. Menulis cerita dengan emosi positif, alhasil akan mudah untuk menyusun cerita.
Seperti saat kita menulis novel dengan jiwa yang utuh, maka tulian itu akan terasa nyata bagi pembaca. Penulis buku akan menjiwai tulisannya. Lebih mudah menyusun cerita, katika kita menulisnya melibatkan hati. Menulis setiap yang ada disekitarnya, semua yang kita rasakan dalam panca indera. Hal ini menulis ibarat berbicara. Maka, kita tulis dengan berbagai rasa yang menyentuh hati, agar bisa menyampaikan pesan pada hati pembaca.
Untuk mengakhiri kegiatan belajar menulis dengan hati, Ibu Mutmainah memberi harapan bahwa setiap peserta bisa menyemarakan literasi di negeri tercinta. Bersama untuk menebar warna yang indah dalam berkarya. Cara yang bisa berkarya menjadi mudah, yaitu melupakan tentang teori dalam menulis. Beliau menyatakan, "Lupakan teori menulis, Just write and write. Mulailah menulis dengan hati. Menulis itu seperti bebicara sesuatu yang kita senangi. menulislah dengan hati untuk menghadirkan hati pembaca dalam tulisan anda." Semoga bermanfaat.