Melestarikan khazanah bahasa Indonesia, perlu ingat karya sastra klasik. Bagi Indonesia, terlihat kaya dengan tata bahasa pantun. Maka, saatnya kita mulai belajar menulis pantun sesuai kaidah pantun.
Malam ini, 13 November 2023 kita bisa belajar menulis nusantara pada pertemuan ke 13. Kegiatan belajar malam ini kita langsung berlatih menulis pantun bersama Bapak Miftahul Hadi, S.Pd. yang di bantu oleh Ibu Helwiyah, S.Pd.,M.M.
Istilah pantun di Indonesia itu luas. Inilah bentuk kekayaan bahasa sebuah bangsa. Berbicara dengan pantun, berawal dari pulau Sumatra sebagai suku Melayu. Pulau Tapanuli menyebutkan pantun dengan ende-ende. Sunda menyebut pantun sebagai paparikan. Adapun di Jawa sering mengenal pantun dengan parikan.
Apasih Pantun itu ?
Pantun berasal dari kata "TUN" yang berarti "baris" atau "deret." Pantun dalam masyarakat Melayu--Minangkabau berarti sebagai "penuntun." Untuk masyarakat Riau menganggap pantun sebagai "Tunjuk Arah" yang berkaitan dengan etika. (Lihat: Mu'jizah,2019).
Pantun termasuk bentuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap. Dua baris pertama disebut sebagai pembayang atau sampiran. Adapun dua baris yang kedua disebut sebagai maksud atau isi. (Lihat: Yonis, 1966).
Pantun berfungsi untuk apa dalam kehidupan sehari? Pada kehidupan sehari-hari, pantun bisa berguna untuk sambutan dalam pidato. Bisa juga pantun sebagai bentuk untuk menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan, dan bermanfaan saat berceramah atau berdakwah.
Selain itu, pantun berfungsi untuk memelihara bahasa. Pemberi fungsi sebuah kata, dan memberi kemampuan dalam menjaga alur berfikir. Atau bisa kita katakan bahwa pantun itu untuk menjadi alat dalam bermain-main kata. Alat untuk memperkuat dalam menyampaikan suatu pesan.
Karakteristik (Ciri-Ciri) Pantun
Bagaimana karakteristik atau ciri-ciri pantun itu? Dalam membuat pantun, satu bait terdiri atas empat baris. Satu baris terdiri atas empat sampai lkma kata. Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata.
Saat menulis pantun, bersajak a-b-a-b. Baris pertama dan kedua disebut sebagai sampiran atau pembayang. Sementara baris ketiga dan keempat disebut dengan isi atau maksud.
Agar tidak terjadi kesalahan dalam menulis pantun, kita perlu membedakan antara menulis pantun, syair dan gurindam. Hal ini kita bisa lihat contoh dari ketiga tersebut.
Contoh pantun:
Memotong rebung pokok kuini,
Menanam talas akar seruntun,
Mari bergabung di malam ini,
Dalam menulis pantun
Contoh syair:
Ke sekolah janganlah malas,
Belajar rajin di dalam kelas,
Jaga sikap janganlah culas,
Agar hati tak jadi keras
Contoh gurindam:
Jika selalu berdoa berdzikir,
Ringan melangkah jernih berfikir,
Jika rajin zakat sedekah,
Allah akan tambah berkah.
Cara menulis pantun agar bisa mudah, Bapak Miftahul Hadi menyatakan 4 hal, yaitu:
1. memahami karakteristik /ciri-ciri pantun
2. menguasai perbendaharaan kata
3. menulis isi pantun
4. menulis sampiran
Menguasai perbendaharaan kata ini sangat penting. Kenapa? Karena letak keindahan pantun itu pada pemilihan kata dengan bunyi akhir/rima yang sama. Pengasaan bendaharaan kata ini seperti kata:
1. Tahu, baju, perahu, suhu
2. Baik, naik, daik, asyik
3. Cinta, pelita, kata, jelita, kota
4. Datang, petang, batang, kentang
5. Suka, cempaka, cuka, malaka
Jika memilih kata dalam menulis pantun, usahakan tidak memakai nama orang dan merek dagang, karena bisa mengurangi keindahan bahasa.
Trik selanjutnya untuk menulis pantun usahakan membuat isi terlebih dahulu. Ini untuk baris ketiga dan keempat. Setelah isi sudah dibuat, baru membuat sampiringan.
Setiap akhir baris pertama, kedua, ketiga sering menggunakan tanda koma. Dan pada akhir baris keempat dengan tanda titik. Hal ini untuk membedakan tiap barisnya.
Demikian sekilas resume dalam kegiatan belajar menulis pantun berdasar kaidah pantun. Sebagai penutup, tulisan ini menukil pesan istimewa dari Bapak Miftahul Huda, S.Pd selaku narasumber. Pesan beliau ibarat motivasi agar selalu berkarya, beliau berkata: "Jangan pernah takut untuk mencoba. Keberhasilan hanya milik orang-orang yang berani keluar dari zona aman." Dalam sebuah pantun, beliau bersajak:
Pergi berkelah menjaga katun,
Saudagar Arab di tengah pekan,
Segala madah telah disusun,
Salah dan sikap mohon dimaafkan.